Kamis, 29 November 2012

Defamation ( Pencemaran Nama Baik )


Teori – Teori Dasar

Defamation ( Pencemaran Nama Baik )

Defamation diartikan sebagi pencemaran nama baik dan bisa juga dengan istilah slander (lisan), libel (tertulis) yang dalam Bahasa Indonesia (Indonesian translation) diterjemahkan menjadi pencemaran nama baik, fitnah (lisan), fitnah (tertulis). Slander adalah oral defamation (fitnah secara lisan) sedangkan Libel adalah written defamation (fitnah secara tertulis). Dalam bahasa Indonesia belum ada istilah untuk membedakan antara slander dan libel. Penghinaan atau defamation secara harfiah diartikan sebagai sebuah tindakan yang merugikan nama baik dan kehormatan seseorang.

Hate Speech ( Kebencian )

Hate Speech adalah semua komunikasi yang meremehkan seseorang atau kelompok berdasarkan beberapa karakteristik. Dalam hukum, kebencian adalah setiap pidato, sikap atau perilaku, menulis, atau tampilan yang dilarang karena dapat mendorong kekerasan atau tindakan merugikan terhadap atau oleh seorang individu atau kelompok yang dilindungi, atau karena meremehkan atau menakutkan seorang individu atau kelompok yang dilindungi.

Privacy ( Pelanggaran Privasi )

Privacy adalah kemampuan seseorang tentang mengatur informasi mengenai dirinya sendiri. Hak dari masing-masing seseorang untuk menentukan sendiri bagaimana dan kapan, bagaimana dan untuk apa penggunaan informasi mengenai mereka dalam hal berhubungan dengan individu lain dan banyak pelanggaran dalam hal privasi di dalam situs dunia maya.

Jenis - Jenis Pelanggaran Kasus

A. Pelanggaran Kasus Defamation

Kategori Criminal Libel (Penghinaan bersifat kriminal atau pidana) dan Civil Libel (penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap seseorang yang bersifat perdata).

-          Mengeluarkan opini tentang badan hukum maupun individual di sosial media mau pun layanan internet lainnya yang didalamnya terdapat fitnah, menghina, menghujat dan sebagainya yang dapat mencemarkan nama baik individual maupun lembaga.

-          Ungkapan suatu penghinaan di dalam akun pribadi jejaring sosial namun menyangkut orang lain maupun lembaga.

B. Pelanggaran Kasus Hate Speech

-          Menista secara lisan

-          Menista secara tertulis

-          Penghinaan berat

-          Mengadu secara memfitnah

-          Tuduhan secara memfitnah

C. Pelanggaran Kasus Privacy

-          Menerima email penawaran dari orang tidak di kenal sebelumnya.

-          Menerima telepon dari orang yang tidak dikenal sebelumnya mengenai penawaran suatu barang.

-          Pesan berantai dari seseorang yang tidak di kenal.

-          Penggunaan nama seseorang, kesukaannya, atau gambarnya untuk memperoleh keuntungan keuangan tanpa seizin orang yang bersangkutan.

Langkah-Langkah Penanggulangan Kasus

            A . Penanggulangan Kasus Defamation

-          Menyembunyikan identitas orang atau lembaga yang kita kritik.

-          Sebutkan bukti sumber informasi selengkap-lengkapnya.

-          Sampaikan pujian terlebih dahulu.

-          Setelah memuji, sampaikan ucapan terima kasih

-          Ciptakan kesan bahwa kita lebih menaruh perhatian pada orang atau lembaga yang kita kritik.

-          Perbanyaklah kata “Kita”

-          Tempatkanlah diri lebih “rendah” daripada orang atau lembaga yang kita kritik.

-          Mohon maaf atas segala kata – kata yang kita tuliskan.

 

B. Penanggulangan Kasus Hate Speech

-          Wajib membenci sikap penghinaan kepada Nabi Muhammad SAW dan pelakunya.

-          Mengingat tindakan ini adalah bentuk kriminalitas, pihak yang berwenang memberikan hukuman adalah pemerintah, dan bukan semua lapisan masyarakat.

-          Jaminan dari Allah, orang yang menghina Nabi Muhammad SAW pasti celaka.

 

C. Penanggulangan Kasus Privacy

-          Cara terbaik dalam mengantisipasi tuduhan pelanggaran privasi ini adalah dengan membuat izin      tertulis (written consent). Formulir izin yang standar sebaiknya digunakan, apakah informasi mengenai kesukaan atau informasi pribadi lainnya boleh digunakan dalam materi kerja hubungan masyarakat.

-          Cara menanggulangi privasi seseorang dalam suatu kebebasan atau keleluasaan pribadi untuk dapat melakukan komunikasi dengan orang lain tanpa harus diketahui oleh umum.

 

Contoh Kasus

Berkicaunya Denny Indrayana di Twitter (Defamation)

Denny Indrayana adalah seorang aktivis dan akademisi Indonesia yang di angkat menjadi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Seperti kita ketahui belakangan ini namanya mulai muncul di berbagai media, terutama di media online atau jejaring sosial twitter akibat pernyataannya yang menyudutkan advokat. Seperti Advokat koruptor adalah koruptor itu sendiri. Yaitu Advokat yang asal membela membabi buta. Yang tanpa malu terima uang bayaran dari hasil korupsi”. Pernyataan Denny  yang di posting di akun twiternya pada tanggal 18 Agustus 2012 pukul 07:09 membuat kalangan advokat merasa tersudut, terutama advokat Oc Kaligis yang sering menangani kasus-kasus para koruptor.

Oc Kaligis menilai ada pernyataan Denny di twitter yang menghina, sehingga beliau melaporkan Denny ke Polda Metro Jaya atas pencemaran nama baik. Denny dilaporkan atas sejumlah pasal yakni pasal 310, 311, dan 315 KUHP juga pasal 22 UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dapat mengancam Denny dengan hukuman di atas 5 tahun penjara atau denda paling banyak satu miliar rupiah.

Dari gugatan tersebut, akhirnya Denny meminta maaf kepada pihak yang merasa tersindir atas “tweetwar” nya di jejaring sosial twitter. Hal itu semata-mata hanya untuk melampiaskan kekesalannya terhadap para koruptor di negara ini.

Namun, permintaan maaf nya sudah terlambat. Gugatan terhadapnya sudah masuk proses hukum. Kini, Denny harus mempertanggung jawabkan “tweetwar” nya itu di pengadilan.

Menurut kami sebagai masyarakat, kasus ini tidak sepenuhnya kesalahan Denny, karena selama pernyataannya itu di “anonim”-kan nama pihak yang di maksud itu masih belum melanggar hukum dan pernyataan Denny juga ada benarnya, buat apa advokat itu membela orang yang korupsi? Berarti sama saja ia membela orang yang bersalah. Oc Kaligis juga tidak perlu melaporkan kasus ini ke pengadilan kalau dia tidak merasa seperti yang dimaksudkan Denny. Negara ini bebas mengungkapkan pendapat dimanapun, kapanpun, dalam bentuk apapun.

Kasus Film Innocence Of Muslim ( Hate Speech )

Film kontroversial “Innocence Of Muslims” saat ini mungkin menjadi film yang paling banyak diperbincangkan di seluruh dunia. Selain isinya yang menyinggung SARA, yakni pelecehan terhadap sosok Nabi Muhammad SAW, juga film ini disebut-sebut sebagai pemicu utama dari peristiwa “berdarah” di Libya yang menewaskan 4 diplomat Amerika Serikat (AS), yang salah satunya adalah Dubes AS untuk Libya, Christhoper Stevens.

Film berdurasi sekitar dua jam ini dibuka oleh adegan seorang wanita yang dikejar-kejar oleh sekelompok orang yang bersenjata. Wanita itu kemudian dilindungi oleh seseorang yang menceritakan “mengapa muslim bisa sekejam itu”. Setelah itu, isi film yang disutradarai oleh sosok Sam Bacile, yang diduga seorang Yahudi penganut agama Kristen Koptik, menceritakan latar belakang sosok Nabi Muhammad SAW.

Kekurangajaran film ini, seperti “flash back” ke belakang pada masa Nabi Muhammad SAW, yang didukung oleh fakta sejarah, film ini justru menggambarkan sosok Nabi yang menyimpang jauh dari “sejarah” yang dikenal oleh para sejarawan, baik muslim atau pun non muslim.

Nabi Muhammad SAW pada film tersebut, digambarkan sebagai sosok yang sangat keji. Beliau dituduh sebagai sosok pria yang haus darah, penganut pedofili atau  gila seks, dan seorang homo seksual. Bahkan film itu dengan beraninya menggambarkan sosok Nabi Muhammad SAW sedang berhubungan intim.

Film yang mulai dibuat pada musim panas 2011 ini pernah dirilis di AS pada bulan Juli lalu. Namun karena dirilis secara terbatas, maka tak banyak yang mengetahui film “sampah” itu. Film ini mulai mengundang polemik ketika didubbing dan trailernya mulai ditayangkan pada situs “Youtube”, di awal pekan bulan lalu dan sempat ditayangkan di sebuah stasiun televisi di Mesir.

Kita sebagai umat muslim yang dilecehkan, harus bersikap tenang, walau kemarahan itu ada dan tidak boleh bersikap reaktif yang berlebihan apalagi anarkis, yang akan merusak tatanan bernegara dan menambah stigma negatif tentang Islam.

Kasus Foto Topless Kate Middleton ( Privacy )

Pelanggaran hak privasi Kate Middleton kembali beredar luas ke publik internasional. Foto topless tersebut diambil saat Kate sedang berlibur bersama Pangeran William ketika mereka berjemur di sebuah balkon rumah Viscount Linley musim panas tahun ini. Beredarnya foto tersebut merupakan pukulan tersendiri bagi keluarga kerajaan Inggris, yang tak henti dirundung masalah dan mereka takkan tinggal diam untuk membuat laporan pengaduan pidana terhadap fotografer yang telah mengambil foto topless Duchess of Cambridge tersebut serta menuntut majalah Perancis, “Closer” yang telah menerbitkannya telah melanggar privasi keduanya.

 

Pengacara pasangan Kerajaan Inggris tersebut dijadwalkan memasukkan pengaduan pidana ke pengadilan Paris pada Senin, 17 September 2012 waktu setempat. Dalam gugatan tersebut, William dan Kate meminta pengadilan Perancis mengeluarkan larangan penyebaran foto-foto topless Kate lebih lanjut oleh majalah Closer. Putusan pengadilan Nanterre dekat Paris, menyebutkan:

1.      Closer tidak boleh mencetak lagi salinan edisi pertama yang memuat foto-foto topless Kate dan menghilangkan foto-foto itu dari situs online-nya.

2.      Foto-foto tersebut tidak dapat dipublikasikan oleh majalah atau koran lain di Perancis.

3.      Foto-foto tidak dapat dijual kepada pihak lain di dunia.

4.      Closer akan didenda 10.000 euro atau sekitar Rp125 juta per hari setiap menjual atau mempublikasikan foto-foto itu.

5.      Dalam waktu 24 jam, foto-foto tersebut harus diserahkan kepada pihak Istana Inggris.

Dan sang fotografer bernama Valerie Suau mengaku bisa memotret gambar dengan leluasa tanpa halangan dari petugas. Saat pengambilan gambar, Suau juga tidak melihat ada polisi atau pihak keamanan kerajaan yang mengawasinya. Padahal saat itu, banyak petugas puri yang lalu-lalang di jalan raya. Foto-foto itu diambil dari sebuah jalan raya yang berjarak setengah mil dari puri. Kini, setelah sadar ada sebelas foto jepretannya beredar, Suau memilih ”bersembunyi”. Identitasnya di dunia maya dihapus, termasuk akun Facebook miliknya.

Pemuatan foto-foto topless Kate ini kembali memunculkan perdebatan tentang hak pribadi dan kebebasan pers, khususnya di Inggris, di mana media di negara itu dihadapkan pada undang-undang baru setelah menerbitkan berbagai berita skandal.

 

 

Aspek Hukum Pasal - Pasal Tentang UU ITE

 

Pasal-pasal dalam Bab XVI Buku I KUHP tersebut hanya mengatur penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap seseorang (individu), sedangkan penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap instansi pemerintah, pengurus suatu perkumpulan, atau segolongan penduduk, maka diatur dalam pasal-pasal khusus, yaitu :

1. Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 134 dan 137 KUHP), pasal-pasal ini telah dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Mahkamah Konstitusi

2. Penghinaan terhadap kepala negara asing (Pasal 142 dan 143 KUHP)

3. Penghinaan terhadap segolongan penduduk, kelompok atau organisasi (Pasal 156 dan 157 KUHP);

4. Penghinaan terhadap pegawai agama (Pasal 177 KUHP)

5. Penghinaan terhadap kekuasaan yang ada di Indonesia (Pasal 207 dan 208 KUHP)

                                                                                                                                                                 

Selain sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), berkaitan dengan “pencemaran nama baik” juga diatur dalam UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam UU No. 32 Tahun 2002, Pasal 36 ayat (5) menyebutkan bahwa :

 

Isi siaran dilarang :

a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;

b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang atau

c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.

  

dan UU No. 11 Tahun 2008, Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang menyebutkan :

“Setiap orang dengan sengaja dan/atau tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan pencemaran nama baik.”

Pasal 28 ayat (2) UU ITE menyebutkan :

“Setiap orang dengan sengaja dan/atau tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, ras, agama dan antar golongan (SARA).

Pasal 29 UU ITE “Setiap orang dengan sengaja dan/atau tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang diajukan secara pribadi”.

Pasal 310 ayat (1) KUHP “Barang siapa sengaja menyerang kehormatan dan/atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran nama baik”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar